Sunday, March 13, 2016

I AM A VICTIM OF SEXUAL ASSAULT

Halo semua, gue balik lagi nih! Gila, lama juga ya gue nggak update blog, sampe udah bersarang laba-laba begini. Maafkeun, gue terdistraksi sama kuliah, kegalauan, dan hobi baru ber-Postcrossing-ria. Kalian bisa lihat kegiatan Postcrossing gue di sini (yang sekarang mulai bersarang laba-laba juga, hehehe).

Gue nggak berharap tulisan ini jadi viral, tapi kalopun iya, well, kenalin dulu nama gue Saumi dan biasa dipanggil Saw. Umur baru 23 tahun lewat seminggu. Masih jadi mahasiswa tingkat akhirnya Prodi Prancis UI. Salam kenal!

Sebelumnya, gue mau ngucapin Happy International Women’s Day! Telat sih, gue tahu.

Karena tema terdekat adalah Hari Perempuan Sedunia, kali ini tulisan gue juga akan bertemakan perempuan, fokusnya tetep guelah. Tulisan ini tercetus karena pertanyaan banyak orang kenapa gue balik lagi bergaya rambut super pendek, mempertanyakan keperempuanan gue. Yang menerima gue apa adanya, gue berterima kasih sekali. Untuk yang masih keukeuh pengin gue jadi girly, semoga ini bisa sedikit membuat kalian mengerti. Here we go

Kalian pasti syok ya ngebaca judul yang gue tulis ini? Iya, guys, gue adalah korban pelecehan seksual di angkutan kota waktu gue masih berseragam putih-biru, waktu masih kelas 7 SMP. Udah lama banget, memang, tapi gue nggak pernah bakal bisa lupain karena itu menjadi trigger banyak hal dalam diri gue. Bisa dibayangkan bahkan cewek se-unattractive macam gue aja bisa dan pernah jadi korban kejahatan semacam itu.

Jadi, waktu itu gue sama temen-temen gue bergerombol pulang bareng, abis naik angkot 07 dari sekolah dan turun di Air Mancur, kemudian kita naik angkot 12 jurusan Ps. Anyar – Cimanggu (Taman). Dan catet ya, waktu itu gue pake rok seragam panjang! R-O-K P-A-N-J-A-N-G!

Semua berjalan aman-aman aja sampai kita mau melewati rel kereta Pondok Rumput. Angkot mulai tersendat karena kereta mau lewat, mending satu rangkaian doang, ini banyak banget! Gue, yang lagi ngobrol sama temen gue, tiba-tiba merasakan ada yang mencolek payudara gue dari samping kanan. Kondisi waktu itu jendela di samping kanan gue memang terbuka lebar, abis gerah banget sih siang itu! Gue terdiam, mati rasa. Gue nggak tau harus teriak, marah, atau nangis. Yang gue lakukan akhirny nengok ke kaca lebar sebelah kiri dan gue lihat ada penjual asongan yang lagi ngeliatin gue dengan muka mesum. Bangsat! *pardon my french*

Sehabis itu gue memilih diam aja, ga cerita sama siapa-siapa, bahkan sama Ibu dan keluarga gue sendiri. Gue nggak mau hidup dalam ketakutan waktu itu. Gue pendam aja, karena gue tahu kalau gue ceritain ke orang pasti yang disalahkan adalah gue sebagai si korban. Pasti mereka akan bilang dengan remehnya, “Kenapa jendelanya nggak ditutup?” atau “Kenapa nggak duduk di depan?” atau yang paling ekstrem mungkin “Kenapa naik angkutan umum?”. Helloww, gue nggak mau ngerepotin orang rumah dengan minta antar jemput tiap hari, kasian Nyokap gue udah nggak muda lagi. Kalo waktu itu udah boleh dan bisa bawa kendaraan sendiri sih, gue mendingan bawa kendaraan sendiri ke sekolah!

Sikap diam itu sebenarnya gue sesali sampai sekarang. Karena nggak lama dari kejadian gue itu, gue menyaksikan sendiri teman gue dilecehkan dengan cara yang sama dan pelakunyapun sama, di tempat yang sama. Dia nangis sejadi-jadinya sepanjang jalan menuju rumah, merasa malu dan takut. Gue yang pernah ada dalam posisi dia cuma bisa nenangin dia seadanya. Yang lebih banyak gue lakukan adalah memaki-maki si pelaku dari jauh, which is nggak guna juga.

Gue nggak tahu ada berapa banyak korban dari si pelaku itu. Gue minta maaf karena kalian harus menjadi korban kebejatan orang yang sama. Harusnya gue berani ngomong, harusnya gue nggak pendam sendirian kejadian itu. Harusnya kalau gue speak up, mungkin teman gue dan yang lainnya nggak akan mengalami hal yang sama. Mungkin si pelaku itu akan ditangkap dan dia nggak akan bebas berkeliaran lagi mencari mangsa baru. Hanya saja gue terlalu takut kalau dia akan menaruh dendam, lalu mencari gue dan menyakiti gue di masa depan.

Kejadian pelecehan itulah bikin gue alergi sama angkutan umum, dan sejak SMA sebisa mungkin gue naik kendaraan pribadi ke manapun gue pergi. Bayangan kejadian yang nggak sampe sepuluh detik itu terus membekas di pikiran gue tiap naik angkot, kayak kaset rusak. Banyak yang bilang kalo gue pemalas banget sampai pergi sekitaran Bogor-Depok-Jakarta harus naik kendaraan pribadi. Hei, bukannya malas, gue hanya meminimalisasi kemungkinan gue dilecehkan lagi. Itu saja.

Sejak kejadian itu, gue akhirnya memutuskan untuk hidup menjadi bunglon. Kalian tahu bunglon kan, yang bermimikri aka menyesuaikan warna dengan lingkungannya untuk pertahanan diri? Karena dunia ini segalanya tentang lelaki, gue pun memilih bergaya seperti mereka untuk pertahanan diri gue sendiri. Rambut dipotong secepak mungkin, badan jangan kurus-kurus banget biar payudara gue ketutup lemak (yang akhirnya ukuran badan gue jadi kebablasan sampe sekarang), dan jangan banyak ngomong (suara gue kan cempreng banget kalo ngomong panjang-panjang).

Dengan gaya seperti ini, gue jauh merasa lebih aman karena nggak ada yang berani colek-colek gue lagi. Lebih lanjut lagi, ternyata dengan gaya seperti ini gue juga lebih bisa melindungi sosok-sosok perempuan di sekitar gue yang gue sayangi (almh. Ibu, kakak gue, ponakan-ponakan gue, mama angkat gue, kakak-adik angkat gue, sepupu-sepupu gue, sahabat-sahabat gue) atau siapapun yang gue pernah kenal, seperti yang gue harapkan bisa gue rasakan. Well, jujur saja, kejadian pelecehan itu juga secara nggak langsung semakin menambah kebencian gue terhadap makhluk yang bernama lelaki, setelah satu sosok yang seharusnya hadir dalam perjalanan hidup gue itu memilih absen dan meninggalkan lubang menganga di hati gue. Thankyouverymuch!

Gue pernah berusaha untuk bergaya perempuan setiap hari selama hampir dua tahun belakangan ini, sayangnya gue ngerasa jadi inferior dan takut kejadian busuk itu menghampiri gue lagi. Ngerasa nggak gue bangetlah intinya. So, gue memilih untuk tampil seperti ini lagi, menjadi Saumi yang kalian kenal sejak belasan tahun yang lalu, yang super tomboy dengan rambut skin pompadour. Yup, keputusan yang bikin orang di sekitar gue mempertanyakan kenapa, dan tulisan inilah gue persembahkan sebagai salah satu jawabannya.

Kalo sekarang gue diajak ke lokasi kejadian dan diminta untuk mengidentifikasi siapa pelakunya, sorry, gue udah lupa wajahnya. Udah sebelas tahun yang lalu, guys! Gue juga nggak tahu itu orang masih hidup apa udah kena azab dari Tuhan.

Harapan terbesar gue adalah nggak perlu lagi mendengar adanya berita kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi terhadap perempuan. Kalaupun sampai terjadi, semoga para perempuan (termasuk gue) berani speak up sebagai upaya perlawanan. Semoga pemerintah juga punya aturan yang menindak tegas pelaku pelecehan dan melindungi korban sebaik mungkin. Semoga masyarakat Indonesia ke depannya juga nggak menyalahkan perempuan yang menjadi korban. Hei, yang ena-ena ngelakuin siapa, tapi yang disalahin malah si korban!

Ya, semoga nggak perlu ada lagi perempuan yang hidup dalam ketakutan seperti gue…

Bogor, 13 Maret 2016

Saumi ‘sawvega’ Rahmantika

2 comments:

  1. Narik napas panjang baca ini, Saw. 😥

    ReplyDelete
  2. So, might be} nothing that can influence the end result} of the sport. Another critical level is that Live Casino will deliver your on-line casino experience to life. Playing these video games makes you're feeling like would possibly be} visiting a land-based casino with 우리카지노 out even having to go away the consolation of personal home}. One of the benefits of having video games from the top providers is that these video games also have the best quality graphics.

    ReplyDelete